Berita , Budaya , D.I Yogyakarta , Kuliner
Asal Tiwul Diperebutkan 3 Kabupaten Sebagai Makanan Tradisional Warisan Budaya
Dulu ketika masyarakat Gunungkidul masih dalam kehidupan yang tradisional, makanan pokoknya tiwul, bukan nasi. Pada masa di mana tanaman padi banyak yang gagal panen karena cuaca, maka warga Gunungkidul lantas memproduksi ketela menjadi tiwul. Kebetulan ketela hasilnya sangat melimpah.
"Itu ketela dikeringkan ditumbuk setelah itu menjadi tepung. Setelah menjadi tepung kemudian diberi air kemudian adonan dikukus dan jadi makanan pokok. Tiwul sendiri diyakini memiliki kandungan serat tinggi dan memiliki kadar gula rendah. Dengan memiliki kandungan seperti itu, makanan ini sangat bagus untuk diet,” kata Agus.
Agus Mantara berujar bahwa tiwul ini tidak akan berhenti dalam hidangan orisinilnya, melainkan akan dikembangkan dengan berbagai inovasi varian berdaya jual tinggi. Varian yang akan dikembangkan seperti tiwul manis, tiwul goreng, tiwul instan, dan berbagai macam lainnya.
Selain tiwul, warisan budaya lain yang diusulkan Gunungkidul di antaranya seperti Sadranan Gunung Genthong, upacara adat di Alas (hutan) Wonosadi, kemudian upacara adat untuk kelahiran hewan atau sering disebut Gumbregan, dan lainnya. Totalnya ada 6 upacara adat yang juga mendapatkan pengakuan dari Kemenkumham sebagai hasil produk dari Gunungkidul.
"Segera kami luncurkan nanti adalah kesenian Campursari. campursari ini menjadi salah satu produknya Gunungkidul yang dipelopori oleh Pak Manthous yang n mampu menghidupi masyarakat Gunungkidul bahkan nasional. Itu kami akan luncurkan tidak lama menyusul kami usulkan HAKInya ke kemenkumham," terangnya. ****