Berita , D.I Yogyakarta
Sidang Putusan Mantan Direktur PT Taru Martani, Terdakwa Dipidana Penjara 8 Tahun
HARIANE - Pengadilan Negeri Yogyakarta melakukan sidang terhadap mantan Direktur PT Taru Martani atas perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pengelolaan operasional PT Taru Martani tahun 2022 - Mei 2023.
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Kamis, 21 November 2024 ini dipimpin Majelis Hakim Wisnu Kristiyanto dengan agenda sidang putusan.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim dalam amar putusannya menyatakan terdakwa, Nur Achmad Affandi, selaku mantan Direktur PT Taru Martani, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Nur Achmad Affandi dengan pidana penjara selama delapan tahun, dikurangi selama terdakwa ditahan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan, dan pidana denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DIY, Herwatan, Kamis (21/11).
Selain itu, terdakwa juga dihukum untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 17.430.304.480 dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti.
Apabila harta benda yang disita tidak cukup untuk membayar uang pengganti, maka terdakwa menjalani pidana penjara sebagai pengganti dari uang pengganti selama dua tahun.
Sebagaimana diketahui, kasus yang menjerat terdakwa berawal saat ia melakukan investasi melalui Perdagangan Berjangka Komoditi berupa kontrak berjangka emas (emas derivatif) dengan PT Midtou Aryacom Futures selaku perusahaan pialang, di mana sumber dananya berasal dari PT Taru Martani tanpa melalui persetujuan RUPS.
Awalnya, terdakwa melakukan pembukaan rekening pada PT Midtou Aryacom Futures Yogyakarta dengan deposit awal sebesar $10.000 yang berasal dari dana pribadi terdakwa.
Untuk memenuhi target, terdakwa melakukan pembukaan rekening lagi dengan deposit awal sebesar Rp 10 miliar yang sumber dananya berasal dari uang kas PT Taru Martani. Namun, akun tetap atas nama pribadi terdakwa.
Terdakwa selaku Direktur PT Taru Martani kemudian memerintahkan Kepala Divisi Keuangan PT Taru Martani untuk mentransfer dana dari rekening PT Taru Martani ke rekening PT Midtou Aryacom Futures dalam rangka kerja sama investasi, secara bertahap hingga totalnya berjumlah Rp 8,7 miliar.
“Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan PT Taru Martani Tahun Buku 2022 yang ditetapkan dalam RUPS dan dituangkan dalam Berita Acara RUPS PT Taru Martani tidak terdapat rencana investasi trading. Akibat perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara,” terang Herwatan.
Atas perbuatannya, sebelumnya Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa supaya Majelis Hakim memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam Dakwaan Primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.