Berita , D.I Yogyakarta
Peringatan May Day di Jogja, Massa Buruh Sampaikan 13 Poin Tuntutan

Kelima, tegakkan keadilan dan kesetaraan gender di dunia kerja. Dalam hal ini, massa buruh menolak segala bentuk diskriminasi berbasis gender, serta menuntut jaminan hak maternitas, ruang aman dari kekerasan, dan penghapusan kesenjangan upah gender.
Keenam, sahkan RUU Perampasan Aset untuk melawan kejahatan koruptor. MPBI DIY mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai senjata hukum untuk menumpas kejahatan korupsi. Sebab koruptor dan penjarah kekayaan negara harus dihukum, dan hartanya disita untuk rakyat.
Ketujuh, lawan ilusi kemitraan dan lindungi pekerja ojol, transportasi online, dan pekerja aplikasi. MPBI DIY menuntut pengakuan hubungan kerja, perlindungan sosial, dan jaminan hak normatif bagi seluruh pekerja/buruh di sektor gig economy.
Kedelapan, wujudkan pendidikan gratis, ilmiah, dan berpihak pada rakyat. Dalam hal ini, massa buruh menuntut negara menyelenggarakan pendidikan gratis dan ilmiah di semua jenjang, dengan orientasi membebaskan dan memberdayakan rakyat, bukan menyuplai buruh murah untuk pasar.
Kesembilan, sejahterakan guru, dosen, dan tenaga pendidik. MPBI DIY menuntut peningkatan kesejahteraan, tunjangan kinerja, dan penghapusan sistem kerja kontrak bagi guru, dosen, dan tenaga pendidik.
Kesepuluh, perkuat perlindungan bagi buruh migran dan pekerja kreatif.
“Buruh migran adalah pahlawan devisa yang sering kali pulang dalam peti mati. Pekerja kreatif dianggap ‘bebas’ tapi hidup dalam ketidakpastian. Kami menuntut jaminan hak, pengakuan status kerja, dan perlindungan menyeluruh untuk mereka,” tegasnya.
Kesebelas, tegakkan demokrasi, cabut undang-undang represif. MPBI DIY menuntut pencabutan UU ITE, pasal-pasal karet KUHP, dan seluruh regulasi yang mengekang hak berpendapat, berkumpul, dan berserikat.
Kedua belas, laksanakan reforma agraria sejati dan tolak segala bentuk penggusuran.
“Tanah untuk rakyat, bukan untuk konglomerat. Kami menolak penggusuran atas nama pembangunan dan mendesak pelaksanaan reforma agraria sejati untuk petani, masyarakat adat, dan rakyat miskin kota,” sambungnya.
Terakhir, bangun perumahan layak, aman, dan terjangkau bagi pekerja/buruh dan rakyat miskin.
“Perumahan adalah hak dasar, bukan barang mewah. Negara harus hadir dengan kebijakan dan anggaran yang berpihak pada rakyat kecil, bukan menyerahkannya pada logika pasar,” tandasnya.****