Berita , D.I Yogyakarta
Polda DIY Tetapkan 7 Orang Tersangka Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Begini Kronologinya

“Ada dua peristiwa dari sertifikat awal seluas 2.103 m², yang kemudian dipecah menjadi dua: 293 m² dan 1.765 m²,” jelas Idham, Jumat (20/6/2025).
Pada Januari 2024, Mbah Tupon didatangi oleh TK dan TY untuk menandatangani dokumen proses pemecahan empat bidang tanah dari SHM Nomor 24451/Bangunjiwo seluas 1.655 m².
Saat itu, TK menyuruh Mbah Tupon dan Amdiyah Wati langsung menandatangani dokumen tersebut tanpa dibacakan isinya. Keduanya bersedia menandatangani karena sudah percaya dengan keterangan para tersangka.
TK sendiri merupakan orang kepercayaan BR, yang menjanjikan akan mengurus pemecahan SHM menjadi empat bidang atas nama Tupon Hadi Suwarno dan tiga anaknya.
Lebih lanjut, Idham menjelaskan bahwa pada April 2024, Mbah Tupon diminta oleh BR untuk menemui TK dengan maksud memecah bidang. Saat itu, TK mengantar Mbah Tupon ke suatu tempat di Janti, Banguntapan, Bantul.
Pada 6 April 2024, Mbah Tupon dan Amdiyah Wati dipertemukan dengan VW, dengan alasan proses pecah bidang.
Sesampainya di daerah Krapyak, Sewon, keduanya diajak masuk ke sebuah rumah seperti kantor dan diminta menandatangani dokumen oleh VW tanpa dijelaskan isi dokumen tersebut.
Sekitar April 2025, Mbah Tupon diberi tahu oleh seseorang bernama Sihono bahwa SHM Nomor 24451/Bangunjiwo seluas 1.655 m² yang ia tempati sedang dalam proses lelang di Bank PT PNM.
Sementara itu, SHM 24452/Bangunjiwo dijadikan jaminan utang oleh VW kepada seseorang bernama Murjito.
“Tentunya para tersangka memanfaatkan kelemahan pelapor (Mbah Tupon), yang saat itu hanya percaya begitu saja karena mereka adalah orang yang dimintai tolong untuk mengurus pemecahan sertifikat. Akhirnya pelapor menandatangani dokumen tanpa membaca dan tanpa dibacakan,” terang Idham.
Akibat kejadian ini, Mbah Tupon mengalami kerugian mencapai Rp3,5 miliar berupa hilangnya hak atas Sertifikat Hak Milik Nomor 24451/Bangunjiwo dan Nomor 24452/Bangunjiwo.****